Sabtu, 11 Juni 2022

Permasalahan Keluarga tidak Menghalangi untuk Terus Belajar

Pada saat itu PPDB baru saja selesai dan kira-kira sudah sekitar 3 minggu peserta didik baru masuk sekolah, kebetulan aku diminta untuk mengajar di kelas X. Tatapan mataku tertuju pada salah satu nama di buku absensi siswa, sebut saja namanya Rani sudah tiga minggu ini Rani tertulis A (yang berarti alpa). Sebenarnya, sejak dua Minggu yang lalu aku sudah curiga hanya saja aku masih berpikiran positif, bahwa dia pasti masuk. Ternyata pikiranku salah. 
Sesuai prosedur dari sekolah, apabila terjadi siswa sering tidak masuk, maka selanjutnya adalah menghubungi orang tua/wali murid untuk konfirmasi. Segera aku buka data PPDB yang masuk, kucari nama Rani dan ketemulah nomer hp orang tuanya. Segera ku pencet tombol gawaiku sesuai nomer tersebut.
Terdengar nada panggil, sekali ... dua kali ... tiga kali ... tidak diangkat. Akhirnya aku memutuskan nanti saja aku telefon lagi, karena saat itu ada siswa lain yang akan berkonsultasi. Sebagai seorang guru BK, kami juga melayani para siswa untuk konsultasi baik yang mengalami masalah pribadi, sosial, belajar dan karir. Pada jaman dahulu BK identik dengan "masalah" sehingga kalau ada anak-anak yang dipanggil ke BK, maka pikiran mereka pasti bermasalah. 
Tetapi lambat laun kami berusaha supaya para siswa tidak berpikiran seperti itu dan meskipun dalam waktu yang lama, pada akhirnya kami bisa mengatasi hal tersebut dan menjadikan para siswa sadar akan pentingnya BK di sekolah. 
Setelah melayani siswa konsultasi, aku berusaha menelepon lagi dan ternyata tidak diangkat lagi. Keesokan harinya tetap sama, telefonku masih tidak diangkat. Akhirnya aku memutuskan untuk melakukan Home Visite atau kunjungan rumah. 

Menurut Wikipedia, home visite atau kunjungan rumah adalah salah satu layanan BK yang bertujuan untuk memperoleh data, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan konseli melalui pertemuan dengan orang tua dan atau anggota keluarganya. Dari pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kunjungan rumah adalah kegiatan mengunjungi rumah siswa untuk memperoleh data mengenai siswa dan keadaan keluarganya. Sesuai prosedur di sekolah mengenai pelaksanaan kunjungan rumah, aku segera mengurus surat tugas. Surat tugas tersebut dimaksudkan sebagai identitas kami yang merupakan utusan dari sekolah untuk mengetahui keadaan siswa. Setelah surat tugas siap, aku mengajak salah satu temanku untuk segera berangkat. Rumah Rani termasuk dekat dengan sekolah karena dia masuk melalui jalur zonasi. Tak berapa lama, sampailah kami di rumah Rani, saat itu yang menemui kami adalah ibunya. Ibunya mengatakan bahwa hari ini Rani masuk sekolah, setelah menyampaikan maksud kedatangan kami tak berapa lama Rani datang. Dia agak terkejut dan hanya diam. Pada intinya ibunya menyampaikan bahwa memang keluarga mereka terkendala ekonomi, ayah dan ibu Rani sudah lama berpisah. Pada saat kakeknya masih hidup, kebutuhan hidup mereka ditopang oleh kakeknya, tetapi setelah kakeknya meninggal keluarga mereka kesulitan untuk memenuhi kebutuhan. Setelah data yang kami butuhkan telah terpenuhi, kami berpamitan untuk kembali ke sekolah. 

Keesokan harinya di sekolah tiba-tiba Rani menghampiriku,
"Maaf Bu, apakah hari ini saya bisa bicara pada ibu" tanyanya
"Ya nak, silahkan masuk" ajakku. Rani mengambil tempat di depanku
"Ada yang bisa saya bantu?" tanyaku lagi
"Saya mau cerita Bu" aku mengangguk dan mempersilahkannya. 
Intinya Rani menyampaikan bahwa sebenarnya ibunya mengalami gangguan jiwa, beliau sering sekali tiba-tiba bicara sendiri dan tiba-tiba marah-marah. Sejak kakeknya meninggal, mereka kesulitan ekonomi karena neneknya dan ibunya tidak bekerja. Rani masih memiliki 2 orang adik dan mereka berdua tidak bersekolah. Ayah Rani masih hidup, tetapi tidak mempunyai pekerjaan yang jelas, menurut Rani  beliau kurang bertanggung jawab dan juga kurang memperhatikan anak-anaknya. Ibu Rani dan neneknya setiap hari selalu bertengkar, sehingga Rani merasa tertekan dan tidak tenang. Keadaan inilah yang membuat Rani sering tidak masuk dan sering merasakan tidak enak badan. 
Aku memahami keadaan Rani dan bisa merasakan betapa sulitnya kehidupan mereka, tetapi satu hal yang bisa aku sampaikan pada Rani, bahwa Rani tetap harus sekolah. Aku katakan padanya bahwa minimal dia mengantongi ijazah SMA supaya nantinya bisa bekerja dan membantu perekonomian keluarga. 
Aku beri dia semangat bahwa dia tidak perlu memikirkan biaya sekolah. Aku menyarankan padanya supaya orang tua atau walinya membuat surat keterangan tidak mampu untuk kubawa pada petugas dapodik supaya didaftarkan PIP (Program Indonesia Pintar) salah satu program beasiswa dari pemerintah yang bisa didapatkan pada waktu sekolah. Rani memahami penjelasanku.

Setelah puas berbicara denganku, Rani kembali ke kelas. Sebenarnya aku tidak tega melihat kehidupan Rani dan keluarganya yang seperti itu, tetapi aku sadar bahwa sebagai guru BK kami memiliki keterbatasan untuk ikut masuk dalam permasalahan keluarga siswa, sehingga pada intinya fokus kami hanya pada siswa, bagaimana dia bisa tetap konsentrasi, tetap kuat, tetap bersemangat di tengah-tengah permasalahan keluarga yang sedemikian pelik. 
Setelah menemuiku ternyata ada perubahan pada sikap Rani, dia mulai masuk sekolah dan tertib mengikuti kegiatan di sekolah. Akupun selalu memantau perkembangan sikapnya dengan beberapa kali mengirimkan pesan melalui WhatsApp untuk menanyakan keadaannya.
Dua bulan telah berlalu dan keadaan Rani semakin membaik. Suatu ketika Rani mengatakan padaku kalau neneknya akan kesekolah dan meminta untuk bertemu denganku. Aku sampaikan padanya bahwa aku siap menemui beliau. Nenek Rani sangat mendukung supaya Rani tetap bersekolah, beliau hadir ke sekolah untuk memohon keringanan pembayaran, beliau juga bercerita kalau ibunya Rani telah dibawa ke yayasan yang menangani gangguan mental. Alhamdulillah permohonan nenek Rani dikabulkan oleh sekolah melalui wakil kepala sekolah urusan humas, malah Rani mendapatkan pembebasan untuk biaya sekolahnya. 
Keesokan harinya, aku memanggil Rani lagi aku ceritakan padanya keputusan sekolah mengenai pembebasan biaya sekolahnya
"Terima kasih banyak Bu" ucapnya sambil berkaca-kaca
"Sama-sama nak. Sekarang yang penting kamu fokus pada sekolah, buktikan bahwa memang kamu layak mendapatkan pembebasan itu dengan rajin belajar dan mengikuti semua aturan-aturan sekolah" kataku lagi. Rani mengangguk dan segera kembali ke kelas untuk melanjutkan belajarnya. 

4 komentar:

Jurnalisme Kebangsaan Sesi Kolaborasi dengan Prof. Eko Indrajit

                 Nama saya Purbaniasita, biasa dipanggil Sita. Saya adalah seorang guru Bimbingan Konseling (BK) di SMA Negeri 2 Malang. Ino...