Minggu, 13 Maret 2022

Doa yang Melangit

DOA YANG MELANGIT

Tahun 2021 merupakan tahun terburuk sekaligus tahun terbaik untukku. Sungguh aku tidak pernah mengira bahwa tahun 2021 adalah tahun terakhirku bersama ibu. Memang benar orang bilang, kehilangan ibu seperti kehilangan separuh dunia. Ibu adalah cahaya bagi putra putrinya, ibu adalah semangat yang tidak akan pernah padam dan ibu adalah doa tulus yang akan selalu menyertai perjalanan hidup anak-anaknya. 
Tahun terburuk karena aku harus kehilangan ibuku, beliau meninggal karena sakit diabetes yg beliau derita. Pada saat itu sedang ramai-ramainya covid 19 dan yang membuatku kecewa karena aku tidak bisa merawat dan mendampingi ibuku ketika sakit hingga beliau meninggal. 
Kebingungan melandaku, di satu sisi aku ingin merawat dan mendampingi ibuku tapi di sisi lain aku harus mempertimbangkan kesehatanku, pada saat itu covid sangat berbahaya dan sangat cepat penularannya sehingga mau tidak mau aku harus segera mengambil keputusan dan keputusanku saat itu adalah meninggalkan ibu untuk isolasi mandiri. 

Sebelum aku meninggalkan ibu, ibu berpesan supaya aku mencoba mengikuti seleksi PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja). Statusku saat ini sebagai guru honorer di salah satu sekolah negeri di kota Malang, 16 tahun aku mengabdi dan tahun ini dilaksanakan seleksi penerimaan PPPK  setelah beberapa tahun tidak ada seleksi penerimaan CPNS. Sebenarnya aku sudah menyerah dan tidak mau mencoba mengikuti seleksi apapun, sudah puluhan kali aku mencoba mengikuti seleksi CPNS dan hingga sekarang masih belum rejeki. Pada saat ibu memintaku untuk mencoba mengikuti seleksi itu, aku hanya mengangguk maksudku untuk menenangkan ibu saja. Setelah itu aku pulang untuk menjalani isolasi mandiri.

Satu minggu sudah aku menjalani isolasi mandiri, hampir setiap saat aku menghubungi ibu supaya tahu perkembangan kesehatan beliau, tetapi satu minggu kemudian kondisi kesehatan ibu semakin drop, beliau tidak pernah lagi menerima telefon dan wa dariku. Hatiku mulai merasakan firasat yang tidak enak. Hampir setiap malam antara sadar dan tidak rasanya banyak orang yang datang ke rumah ibu dan semua orang itu mengantar kepergian ibu. Hingga pagi itu suamiku mendapat telefon adikku yang menyampaikan bahwa ibu telah berpulang. Aku tidak dapat berpikiran jernih lagi, bermacam-macam perasaan campur aduk dalam pikiranku. Suamiku bergegas mengajakku untuk segera berangkat ke rumah ibu.

Sesampai di rumah ibu, aku melihat tubuh ibuku yang sudah tidak bergerak tak kuasa lagi aku membendung air mataku. dalam hati aku berkata kenapa ibu tidak menungguku, padahal ibu janji kita akan sembuh bersama rintihku. Lemas sudah seluruh tubuhku, tak pernah kubayangkan secepat ini ibu meninggalkan kami. Tapi semua ini sudah kehendak Allah, dan yang tersisa saat ini adalah kekecewaan yang mendalam karena aku tidak bisa merawat dan mendampingi ibu di akhir hayatnya.

Enam bulan setelah ibu berpulang, aku mendapat informasi mengenai pendaftaran seleksi PPPK. Seketika aku ingat pesan ibu, aku bingung antara amanah ibu yang memintaku untuk mengikuti seleksi itu dan keinginanku untuk tidak mengikutinya. Aku fikir untuk apa aku mengikuti seleksi itu, toh ibuku sudah tidak ada. Setelah ibu berpesan supaya aku mengikuti seleksi itu memang aku sudah ikhlas untuk mengikuti supaya ibu bahagia, tetapi setelah ibu berpulang aku merasa bahwa aku sudah tidak perlu lagi mengikuti pesan ibu karena aku sudah tidak bisa lagi membahagiakan ibu. 

Tetapi ternyata pikiranku itu salah, suami anak-anak dan teman-temanku mereka semua mendukungku untuk mengikuti seleksi itu. Mereka bilang itu amanah ibu padaku dan aku harus melaksanakan amanah beliau. Akhirnya aku terpaksa mengikuti seleksi itu dengan tidak bersemangat, dalam pikiranku aku hanya menjalankan amanah saja jadi tidak penting apakah nantinya lolos atau tidak. Setelah menjalani seleksi administrasi dan menunggu beberapa minggu, aku dinyatakan lolos seleksi administrasi. Mau tidak mau akhirnya aku melanjutkan mengikuti tes tulisnya dan di pertengahan bulan Oktober aku dinyatakan lolos seleksi PPPK. Antara percaya dan tidak rasanya, ternyata doa ibuku telah diijabah oleh Allah.

 Tahun terbaik karena Allah mengijabah doa ibuku, sehingga aku lolos seleksi PPPK. Disaat aku sudah tidak berminat ternyata doa ibuku menjadi jalan untukku. dari kejadian yang aku alami ada banyak sekali pelajaran yang bisa aku ambil manfaatnya diantaranya adalah usahakan selalu memohon doa restu kepada orang tua, terutama ibu, jangan pernah meragukan doa seorang ibu karena doa beliau akan langsung diijabah oleh Allah dan yang terakhir sayangilah kedua orang tua selagi beliau masih ada,  jangan sia-siakan dan bahagiakanlah beliau berdua karena saat beliau sudah tidak ada lagi maka hilanglah satu keberkahan di sisi Allah yaitu Doa Ibu    

Tahun 2021 merupakan tahun yang tidak akan pernah bisa kulupakan, cerita sedih dan bahagia mewarnainya. Semoga di tahun 2022 ini akan semakin banyak keberkahan yang aku dan keluargaku  dapatkan. Meskipun kedua orang tuaku telah tiada, aku berharap doa-doa beliau tetap menyertai perjalanan hidupku hingga kami berkumpul kembali di surga. Aamiin  yaa Robbal alaamiin 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jurnalisme Kebangsaan Sesi Kolaborasi dengan Prof. Eko Indrajit

                 Nama saya Purbaniasita, biasa dipanggil Sita. Saya adalah seorang guru Bimbingan Konseling (BK) di SMA Negeri 2 Malang. Ino...