Selasa, 12 April 2022

Silaturahmi yang terhenti

Hari ini aku sangat terpukul sekali mendengar informasi dari adikku. Awalnya aku dan adikku berkomunikasi santai melalui WhatsApp (wa) dan membahas mengenai persiapan pretest PPG Dalam Jabatan yang akan aku ikuti. Kebetulan adikku bertugas sebagai panitia dan pengawas dalam PPG tersebut dan dia menyampaikan informasi-informasi yang harus dipersiapkan seputar pelaksanaan pretest. 

Tiba-tiba dia bertanya, apakah aku ingat teman almarhumah ibu yang bernama Pak Dadang, dengan tegas aku bilang kalau aku ingat. Pak Dadang adalah salah satu sahabat ibu, beliau orang yang sangat sabar. Pak Dadang dan istrinya tidak dikaruniai putra, beliau mengasuh putra dr saudaranya. Adikku cerita kalau pak Dadang baru saja datang ke rumah. Beliau tampak sudah sangat "sepuh", beliau bilang kalau mau meminjam uang pada ibuku, Pak Dadang bilang saat ini Bu Dadang sedang sakit dan kondisinya sekarang lumpuh. 

Saat ini pak Dadang sedang membutuhkan biaya untuk merawat Bu Dadang. Beliau sangat terkejut mendengar kabar kalau ibu sudah meninggal, adikku meminta maaf karena lupa memberitahukan pada beliau. Adikku terpukul mendengar cerita pak Dadang mengenai keadaan istrinya. Setelah pak Dadang pulang. Adikku segera menyampaikan berita tersebut padaku. Seketika tangisku tak terbendung, aku merasa kecewa pada diriku sendiri, karena telah lalai pada sahabat-sahabat ibuku. Kejadian itu memberiku sebuah pelajaran, bahwa meskipun ibu telah tiada, kami harus tetap mengusahakan supaya ilmu dan kebaikan-kebaikan yang telah dilakukan ibu dan bapak bisa tetap kami jaga dan kami pertahankan. Akhirnya, aku dan adikku bersepakat untuk menjenguk Bu Dadang supaya tali silaturahmi kami tetap terjaga meskipun ibu sudah tiada. 

Jurnalisme Kebangsaan Sesi Kolaborasi dengan Prof. Eko Indrajit

                 Nama saya Purbaniasita, biasa dipanggil Sita. Saya adalah seorang guru Bimbingan Konseling (BK) di SMA Negeri 2 Malang. Ino...